Bandung - Dua bulan lagi Kota Bandung akan
mengadakan hajat besar: pemilihan wali kota. Kontestan yang terdaftar di
KPU ada delapan pasangan. Bisa dibilang terbanyak dibandingkan dengan
jumlah peserta pemilukada di daerah lainnya di Indonesia.
Namun,
itu jumlah sementara. KPU masih harus memverifikasi kelengkapan
administrasi dan persyaratan faktual kedelapan pasangan tersebut. Bisa
saja ada yang tidak lolos. KPU akan mengumumkan hasil verifikasinya pada
7 Mei.
Kita doakan semuanya lolos. Enggak masalah jumlahnya
banyak. Itu tidak seberapa dibanding jumlah kontestan pemilihan wali
kota (pilwalkot) di –misalnya– Kota Hemstead, Long Island, AS. Bulan
lalu, pilwalkot di kota yang berpenduduk cuma 770.000 orang itu
menampilkan 22 calon.
Sebaiknya, jangan ada istilah terlalu banyak
untuk sebuah niat baik. Tak usah diragukan lagi, yang mendorong
kedelapan pasangan calon peserta Pilwalkot Bandung pasti keinginan ngabakti, sanes bade ngabati. Paling tidak, itulah yang akan kita dengar.
Banyaknya
jumlah calon kontestan pilwalkot memperlihatkan bahwa Kota Bandung
tidak pernah kekurangan sosok pemimpin. Ada empat pasangan dari jalur
independen: Bambang Setiadi-Alex Takhsin Ibrahim, Budi ‘Dalton’
Setiawan-Rizal Firdaus, Wahyudin Karnadinata-Toni Aprilani, dan Wawan
Dewanta-HM Sayogo. Empat pasangan lagi dari jalur partai: Ayi
Vivananda-Nani Suryani Rosada (PDIP dan PAN), EdiSiswadi-Erwan Setiawan
(Demokrat, PPP, PKB, Hanura, PPRN, PBB, dan PKPI), M Qudrat Iswara-Asep
Dedy Ruyadi (Golkar dan partai nonparlemen), dan Ridwan Kamil-Oded
Danial (PKS, Gerindra, dan partai nonparlemen).
Mereka bukan warga
kota rata-rata. Bisa dipastikan, semuanya memenuhi lima kriteria utama
--kompetensi dan kapabilitas, pengalaman, pengaruh, keberpihakan, dan
integritas moral-- yang wajib dimiliki setiap figur yang punya mimpi ngabakti
bagi Kota Bandung. Dengan kata lain, diperlukan sosok yang mampu
merealisasikan mimpi-mimpi yang pernah menjadi impian Kota Bandung.
Pamor Kota Bandung sebagai Parijs van Java semakin redup. Banjir cileuncang,
kemacetan, masalah sampah, hiruk-pikuk pedagang kaki lima, dan derap
pembangunan yang tidak mengindahkan analisis dampak lingkungan, telah
mengubah wajah Bandung menjadi kota yang sareukseuk dan acak-adut.
Dalam diskusi pilwalkot yang digelar Inilahkorankemarin,
Ayi Vivananda dan MQ Iswara masing-masing dengan gamblang memaparkan
bagaimana seharusnya Kota Bandung ditata, dibangun,dan dikelola sesuai
dengan pamornya yang serba aduhai.
Kita yakin para calon kontestan
lainnya juga tahu cara membenahi sebuah kota yang aman dan nyaman bagi
semua orang. Kita berharap inilah tema utama yang kelak diusung para
calon dalam kampanyenya.
Sebagai masyarakat urban, warga Kota
Bandung merupakan pemilih rasional. Mereka hanya akan menjatuhkan
pilihan kepada calon yang menawarkan solusi –bukan sekadar janji-- bagi
berbagai persoalan yang menyelimuti Kota Bandung
[inilahkoran.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar