Jumat, 27 September 2013

PEMBUKAAN UUD 45 SEBAGAI PENJABARAN TUJUAN NKRI

25 September 2013
Program Diskusi Publik Mingguan
Sutiyoso Media Center PKP INDONESIA
Diskusi pubilk yang diselenggarakan oleh Media Center PKP Indonesia pada rabu (25/9/13) dengan tema “Memahami Tujuan NKRI Dibentuk” . Diskusi yang menghadirkan dewan penasehat PKPI, bapak Mayjend TNI (Purn) Saiful Sulun itu membahas pembangunan karakter bangsa yang stagnan dalam era globalisasi yang penuh dengan berkembangnya paham liberalisme. Beliau juga mengingatkan timbulnya paham-paham yang mengganggu stabilitas NKRI dan sangat bertentangan dengan Pancasila. Paham-paham itu tumbuh karena generasi saat ini mengalami penyakit “lupa sejarah” akibat globalisasi. Seperti contohnya paham komunisme dan Islam radikal yang dihembuskan oleh penerus-penerus gerakan PKI dan DI/TII pada masa lalu. Mereka kembali beraksi meracuni generasi muda untuk membenci NKRI dan TNI pada era Reformasi ini. Hal itu juga diindikasikan tidak adanya komitmen dari para penyelenggara negara dalam melanjutkan tongkat kepemimpinan bangsa yang berdasarkan Pancasila.

Dengan dirubahnya UUD 1945 menjadi UUD 2002 oleh MPR RI pasca Reformasi turut mengaburkan makna Pancasila di bangsa ini. Mereka yang merubah konstitusi pada saat itu senantiasa menuding orde baru sebagai sumber bencana yang ada di negeri ini. Akan tetapi kenyataannya, perubahan UUD 45 itu justru lebih buruk dibandingkan dengan UUD 45 yang asli. Padahal Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia menjadi ruh yang melekat dalam UUD 45 kerap dijadikan contoh konstitusi bagi negara-negara lain (terutama Asia-Afrika).

Jika kita kehilangan jatidiri, maka kita hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Negara lain seperti negara-negara Eropa dan AS tidak akan pernah senang jika melihat NKRI berdiri megah dengan jatidirinya. Mereka lebih senang melihat kita hancur dan terpecah-belah. Karena itulah mereka selalu masuk ke dalam ruang-ruang budaya yang mempengaruhi pola berfikir bangsa Indonesia. Sehingga bangsa ini selalu membanggakan pemikiran-pemikiran luar dan yang menghanyutkan bangsa ini untuk melupakan sejarah. Itulah kenapa komunis yang sudah dua kali memberontak justru menjadi trend bagi anak muda sekarang.

Dalam pasca berdirinya negara Indonesia, pertempuran ideologi kerap terjadi di negeri kita. Baik antara Pancasila dengan komunis maupun Pancasila dengan Islam. Sudah ditegaskan dengan jelas dalam persidangan BPUPKI dan PPKI bahwa negara ini didasarkan dari paham kebangsaan yang berlandaskan Pancasila. Para pendiri Republik ini dari masa pergerakan nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda, sampai dengan Proklamasi sudah memikirkan bagaimana Indonesia merdeka. Yang menurut Bung Karno, kemerdekaan dimaknakan sebagai jembatan emas dalam mewujudkan kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran.

Namun, setelah merdeka bangsa ini kembali terpecah belah dengan kepentingan politik praksis. Dalam perjalanan itu, tidak terhingga perjuangan TNI dalam menjaga dan mempertahankan NKRI. Jasa-jasa itu tidak pernah diapresiasi oleh generasi muda saat ini, yang cenderung mencibirnya.

Makna Merdeka

Kembali pada sejarah perjuangan bangsa, bahwa makna merdeka bagi Indonesia merupakan suatu pernyataan kepada dunia internasional bahwa kita tidak diatur lagi dan tunduk pada kepentingan negara lain. Sehingga prosesi jembatan emas yang akan mengantarkan rakyat kedepan persatuan, kedaulatan, keadilan, dan persatuannya itu menjadi nyata. Dan sejatinya tujuan itu sudah termaktub dalam Pembukaan UUD 45. Dari isi Pembukaan UUD 45 itu juga menjabarkan sejarah bangsa dalam mencapai kemerdekaannya dan membangun negara kemudian.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa implemantasi dalam menjalankan konstitusi itu kerap kali melakukan penyimpangan. Bung Karno dan Pak Harto merupakan pemimpin yang baik sepanjang sejarah kepemimpinan Indonesia. Dan tidak ada penerusnya yang sebaik mereka berdua. Akan tetapi mereka berdua tetap manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Dan seharusnya kesalahan-kesalahanya itu yang harus disempurnakan oleh generasi penerusnya. Namun, mengapa justru Pancasila dan UUD 45 yang dipersalahkan dan menuntut untuk diganti ? Berarti disini ada indikasi asing yang bermain dalam proses Reformasi. Hasilnya dapat kita rasakan sampai saat ini, bahwa kondisi bangsa dan negara pasca Reformasi jauh lebih buruk dari sebelumnya.

Maka dari itu sebagai solusi kita menghimbau untuk kembali kepada ruh Pancasila dan UUD 45 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengkaji ulang UUD 2002 adalah kewajiban dari lembaga yang berwenang saat ini. Dan kiranya kita perlu mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara supaya pemerintahan kita berjalan dengan baik. Dimana MPR menetapkan GBHN yang akan diberikan kepada Presiden sebagai mandat.

HAK DAN KEWAJIBAN WANITA INDONESA

Oleh: Sherly KurniawanCalon Legislatif (Caleg) DPR RI Dapil Riau 1
Realitas kehidupan wanita di Indonesia kini menggambarkan bahwa keadaan mereka yang masih jauh dari hak-hak mereka sebagai seorang warga Negara bahkan seorang manusia. Sering kali dalam kehidupannya wanita di Indonesia masih menghadapi intimidasi, diskriminasi, dan kekerasan. Oleh karena itu, timbul sebuah pertanyaan “apakah hak-hak wanita di Indonesia tidak terjamin di konstitusi?”, dan “bagaimana kewajiban wanita Indonesia semestinya?”

Misi NKRI dalam Preambule UUD 1945 alinea ke-4 sangat jelas, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sedangkan, visi NKRI dibentuk terdapat pada Preambule Alinea ke-2, yaitu untuk membangun Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dengan demikian NKRI dibentuk untuk menjamin kehidupan seluruh Bangsa Indonesia, baik Pria maupun wanita tanpa ada diskriminasi dalam bingkai Keadilan Sosial.

Visi-misi tersebut diperkuat oleh batang tubuh UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2, yaitu (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya; (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa UUD 1945 sebagai konstitusi sangat menjamin hak-hak kehidupan wanita Indonesia baik sebagai seorang warga Negara maupun seorang manusia.

Kemuadian, bagaimana kewajiban wanita Indonesia?

Berdasarkan sejarah, NKRI dibentuk dari Bangsa Indonesia yang terlahir dan merdeka terlebih dahulu, baru kemudian Negara dibentuk. Bangsa Indonesia terlahir pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui Sumpah Pemuda dengan tujuan komitmen mengangkat harkat dan martabat Hidup Rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan kemudian Bangsa Indonesia membentuk Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila pada tanggal 18 Agustus 1945. Oleh karena itu, berdasarkan sejarah, Bangsa Indonesia akan berperan sebagai pondasi NKRI.

Dapat dipastikan, apabila Bangsa Indonesia lemah makan NKRI pun lemah, dan apabila Bangsa Indonesia kuat maka NKRI pun kuat. Oleh karena itu, menjadi peran seluruh rakyat Indonesia untuk memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu dengan mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila dari tingkatan lokal sampai nasional. Sebagimana diamanatkan Pasal 30 ayat 1 UUD 1945 bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara”.

Oleh karena itu, kewajiban wanita Indonesia semestinya ialah wanita yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat yang lebih luas, sebagai bentuk usaha mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena dalam keadilan sosial itulah kehidupan wanita Indonesia jauh dari tindakan ntimidasi, diskriminasi, dan kekerasan.

Jelas sudah hak dan kewajiban wanita Indonesia di dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian bagaimana wanita Indonesia menghadapi realitas kehidupan dewasa ini? Tak bisa dipungkiri, akibat krisis multi dimensi kehidupan berbagsa dan bernegara tidak sesuai dengan sejarah, sehingga berdampak kepada kehidupan kaum wanita di Indonesia. Dalam kehidupan dewasa ini usaha menuntut haknya wanita di Indonesia banyak berkiblat kepada pemikiran pergerakan wanita di Amerika dan Eropa. Mereka menuntut kesamaan hak dengan kaum pria tanpa menoleh kebelakang, yaitu kepada kebenaran sejarah. Sehingga mereka terjebak dalam alam pemikiran feminisme.

Pemikiran feminisme hanya menuntut kesamaan hak antara wanita dan pria, yang pada perkembangannya melampaui batas. Wanita meninggalkan perannya sebagai seorang anak, istri atau ibu. Inilah yang menjadi keretakan dari pemikiran fenimisme, sebagaimana yang dituliskan oleh Ir. Soekarno dalam bukunya "Sarinah". Dan pemikiran feminisme tidak cocok dengan budaya bangsa yang menjunjung nilai-nilai ketuhanan.

Oleh karena itu, dalam menghadapi realitas kehidupan desawa ini, wanita Indonesia harus cerdas. Pemahaman terhadap kebenaran sejarah bangsa adalah syarat guna memfilter pemikiran-pemikiran yang berkembang saat ini. Dengan demikian, merupakan suatu kewajiban bagi wanita Indonesia untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Kecerdasan akan menghantarkan wanita Indonesia kepada usaha mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selasa, 24 September 2013

Sutiyoso : Krisis Multidimensi Harus Dicarikan Solusinya

Cimahi - Negeri ini mengalami krisis yang multidemnsional, sejak 15 tahun reformasi digulirkan Mei 1998 lalu, hal itu terjadi karena masyarakat Indonesia banyak yang berpikiran seperti negeri liberal, yang cenderung memikirkan dirinya sendiri. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Letjen (Purn) Sutiyoso, saat melakukan silaturahmi dengan para pensiunan TNI/Polri di DPC Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) Kota Cimahi, Sabtu ( 21/9)

Dikatakan Sutiyoso, diakhir masa Orde Baru hanya terjadi krisis ekonomi yang berimbas pada krisis politik, namun saat ini sejak reformasi krisis multidimensi sedang dialami oleh bangsa Indonesia. Faktanya, masyarakat jadi lebih banyak mementingkan dirinya sendiri, terjadi perkelahian karena perbedaan. “Para politisi juga berpikir tak jauh beda, mereka lebih mementingkan dirinya sendiri dan partainya, sementara rakyat membutuhkan para politisi yang mau mendengar apa yang menjadi kebutuhan rakyat,” terangnya.

Karenanya, Sutiyoso mengajak kepada semua politisi yang ada untuk melakukan hal-hal yang terhormat, karena rakyat sangat membutuhkan para politisi yang menjadi anggota legislatif atau eksekutif untuk lebih berperan dalam meningkatkan kesejahteraan dan keadilan dengan cara-cara yang terhormat. “Negara kita harus menjadi Negara yang kuat disemua bidang sehingga disegani oleh Negara lain, termasuk Negara adidaya, “ ucapnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Pepabri Anindya Darmanto mengatakan, Sutiyoso atau yang lebih dikenal dengan Bang Yos bisa menangani krisis multidimensi yang telah lama belum terselesaikan di negeri ini. LBH Pepabri juga meminta agar Sutiyoso bisa mencari solusi atas permasalahan nasib para purnawirawan penghuni rumah dinas golongan II B yang seringkali tergusur sewenang-wenang oleh oknum Kepala Satuan TNI/Polri yang tidak bertanggungjawab.

Anindya juga menyampaikan, LBH Pepabri mengharapkan Sutiyoso jika terpilih jadi Presiden dapat melaksanakan program kemaslahatan bagi kesejahteraan purnawirawan dan semua lapisan masyarakat diantaranya mencari solusi sengketa rumah dinas TNI/Polri antara purnawirawan dan yang masih aktif. “Kami juga berharap supaya ada modernisas rumah sakit militer dengan peralatan dan obat-obatan yang berkualitas baik, terutama bagi pengguna Askes atau masyarakat miskin,” bebernya.

LBH Pepabri juga meminta kepada Sutiyoso jika terpilih menjadi Presdien supaya bisa menggulirkan program dana asuransi jiwa yang memadai kepada keluarga TNI yang gugur di medan pertempuran, atau keluarga Polri yang tertembak oleh teroris atau penjahat lainnya. “Kami berharap ada santunan setidaknya lebih dari Rp 500 Juta untuk mereka, supaya para janda prajurit atau keluarganya yang menjadi anak yatim piatu terjamin masa depannya dikemudian hari,” pungkasnya. (Bubun M)

[BEDAnews]

Selasa, 17 September 2013

Konsolidasikan Wilayahnya, Sutiyoso Minta Caleg PKPI Bangun Sinergi.



Jakarta - Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso meminta seluruh caleg partainya mulai tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk membangun sinergi membagi wilayah kerja demi meraup suara masyarakat sebanyak-banyaknya.

“Harus membangun sinergi dan satu sama lain kenal. Jadi nanti pada saat terjun ke daerah mereka bisa membagi wilayah,” kata Sutiyoso saat temu kader PKPI tingkat Kota/Kabupaten Garut dan Tasikmalaya.
Ia mencontohkan sinergi yang perlu dilakukan para caleg itu seperti pemasangan foto bersama caleg pusat hingga daerah dalam satu daerah pemilihan. Ia berharap caleg DPR-RI, Provinsi dan Kota/Kabupaten bisa bersama-sama saat memperkenalakn diri ke masyarakat pemilih.

Dalam pembiayaan kampanye juga perlu dilakukan secara bersama-bersama dan merata sehingga terbangun sinergi.

Selain itu, Sutiyoso menyarankan para caleg selalu menjalin komunikasi yang baik untuk mengatur strategi pencalonannya agar dapat dipilih masyarakat. Diharapkan dari gerakan para caleg itu bisa mengenalkan PKPI kepada masyarakat lebih luas sehingga mengetahui sosok ketua umumnya. “Sosialisasikan PKP Indonesia dan Bang Yos (Sutiyoso),” kata mantan Gubernur DKI dua periode itu.

Strategi persiapan pencalonannya dalam pemilihan presiden 2014, kata Sutiyoso yakni dengan lebih mendekatkan diri kepada masyarakat dan memfokuskan meraih suara banyak dengan target mendapatkan 5 persen dalam pemilihan umum legislatif.

“Salah satu starategi, Saya tidak beriklan dan tidak punya kemampuan untuk itu (beriklan), tapi berdialog dengan masyarakat makan bersama elemen-elemen masyarakat,” katanya.

[beritadewan.com]

Rabu, 04 September 2013

MENCARI PEMIMPIN YANG BAIK

Ir. H. M. Nasir Nawawi
Ketua Korwil 1 (Aceh, Sumatera Utara, Riau)
 
Menurut Ki Hajar Dewantara, Pemimpin adalah seseorang yang apabila di depan rakyatnya dia menjadi suri teladan, apabila di tengah rakyatnya dia menjadi penggerak, dan apabila di belakang rakyatnya dia menjadi pendorong. Oleh karena itu, syarat menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah. Untuk menjadi suri teladan, seseorang harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan mampu mengimplementasikannya. Untuk menjadi penggerak, seseorang harus memiliki teknik, sehingga mampu menggerakan setiap kegiatan penduduk. Dan untuk menjadi pendorong (motivator), seseorang harus memiliki kemampuan manajemen yang baik, sehingga guliran kegiatan penduduk dapat berjalan sebagaimana mestinya. 

Fenomena yang berkembang saat ini, sangat sulit mencari pemimpin yang memiliki kesesuaian dengan definisi yang dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantara. Mengingat hancurnya etika dan moral bangsa ini, benih-benih pemimpin di negeri ini mati sebelum berkembang. Kuatnya arus pusaran kekuasaan membawa anak negeri ini menjadi orang-orang kooptatif, dominatf, dan ekploitatif. Hilangnya pemahaman terhadap kebenaran sejarah diindikasikan sebagai penyebab utama hancurnya etika dan moral anak negeri ini. 

Berdasarkan Sejarah. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk dari Bangsa Indonesia yang terlahir dan merdeka terlebih dahulu. Bangsa Indonesia terlahir pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui Sumpah Pemuda yang bertujuan untuk mengangkat Harkat dan Martabat Hidup Rakyat Indonesia sebagai komitmen kebangsaan. Sumpah Pemuda (Kongres Pemuda II) dipelopori oleh Jong-jong (pemuda-pemuda) yang berasal dari pulau dan kepulauan yang ada di Indonesia. Dengan ruang hidup, warna kulit, dan bahasa yang berbeda mereka berikrar “bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. 

Komitmen kebangsaan berpengaruh kuat terhadap perjuangan merebut kemerdekaan bangsa. Hal tersebut dibuktikan dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka pada tanggal 1 Juni 1945. Sehingga, pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia dapat dinyatakan kepada seluruh dunia.  Satu hari kemudian, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, UUD ’45 ditetapkan sebagai Konstitusi yang mengindikasikan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila terbentuk.

Kebenaran Sejarah Bangsa Indonesia terkandung dalam preambule UUD ‘45. Visi NKRI dalam preambule alinea ke-2 UUD ’45 ialah Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil, dan Makmur. Sedangkan, Misi NKRI dibentuk adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Indonesia dikatakan sebagai Bangsa dan Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur apabila memiliki sikap keberpihakan kepada Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka, yaitu:
  1. Sikap keberpihakan Bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Tuhan yang tiada awal dan tiada akhir; 
  2. Sikap keberpihakan Bangsa Indonesia kepada Manusia yang adil dan beradab. Manusia yang adil ialah manusia yang menghargai kebhinekaan Sumber Daya yang dimiliki Bangsa Indonesia sebagai bentuk rasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan Manusia yang beradab ialah manusia yang berkomitmen mengangkat harkat dan martabat hidup Rakyat Indonesia; 
  3. Sikap keberpihakan Bangsa Indonesia kepada usaha untuk menjaga persatuan dan keutuhan bangsa; 
  4. Sikap keberpihakan Bangsa Indonesia kepada Rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; sehingga 
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terwujud.
Pemahaman anak negeri terhadap kebenaran sejarah akan membangun kepemimpinan yang berorientas kepada komitmen mengangkat harkat dan martabat hidup Rakyat Indonesia. Dalam realitanya pemimpin adalah seseorang yang dipercaya Rakyat Indonesia untuk mewudjudkan Visi dan Misi NKRI berdasarkan Preambule UUD ’45. Kepercayaan rakyat tersebut dicerminkannya dengan satunya kata dan perbuatan (Integritas); pemahaman terhadap Kebenaran sejarah dan mampu mengimplementasikannya baik secara induktif maupun deduktif (Kompeten); dan menggunakan nuraninya dalam mengambil setiap keputusan; serta mengurangi kepentingan pribadi dan kelompok dengan mengutamakan kepentingan rakyat. 

Oleh karena itu, berdasarkan referensi dan realitas yang ada harus dipahami bahwa pemimpin adalah sama dengan amanah (kepercayaan), dimana seseorang yang memegang amanah harus memiliki Integritas, kompeten, menggunakan nurani dan mengurangi kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Slide PKPI

pkpinasional's Slide MCPKPI album on Photobucket

PKPI Video

http://www.youtube.com/user/pkpinasional