Selasa, 09 Juli 2013

Pencoretan Dapil Langgar Hak Parpol



JAKARTA – Keputusan Komisi Pemilihan Pemilu (KPU) untuk mencoret daerah pemilihan (dapil) bagi partai politik (parpol) yang tidak memenuhi syarat 30% keterwakilan calon legislator (caleg) perempuan dinilai keliru.

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan, kebijakan yang dijalankan KPU tersebut melanggar hak konstitusional parpol. Menurut dia, secara konstitusi parpol yang memenuhi syarat punya hak menjadi peserta pemilu. Karena itu, KPU tidak bisa menghapus dapil lantaran ada satu caleg yang tidak memenuhi syarat. “Caleg yang tidak memenuhi syarat tidak bisa menjadi caleg.

Tapi kalau partainya tidak bisa mencalonkan di dapil, itu salah,” kata Margarito dalam forum diskusi bertajuk “Pembatalan Parpol di Dapil Inkonstitusional” kemarin di Galery Caffe Jakarta. Dia menjelaskan, kesalahan caleg tidak bisa dijadikan dasar untuk menghapus hak parpol yang telah memenuhi syarat pada saat dilakukan verifikasi. KPU harusnya mewajibkan parpol mengganti caleg yang tidak memenuhi syarat tersebut karena menempatkan caleg di dapil merupakan hak parpol.

“Subjek dalam pemilu itu parpol, bukan perseorangan. Bagaimana bisa kesalahan individu lantas menghapus hak parpol? Itu tidak bisa. Mestinya diwajibkan mengganti caleg yang dihapus,” ujarnya. Karena itu, Margarito menyarankan agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengoreksi keputusan KPU yang mencoret dapil akibat parpol tidak memenuhi ketentuan kuota caleg perempuan.

Dia bahkan mengingatkan agar Bawaslu tidak bermain mata dan membenarkan begitu saja keputusan yang diambil KPU karena tindakan itu dapat dikategorikan melanggar hukum. “Bawaslu harus mengoreksi tindakan KPU. Tidak benar mengurangi hak parpol,” ucapnya. Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow menilai kasus pencoretan dapil terjadi karena peraturan KPU tidak tuntas mengatur syarat pemenuhan 30% caleg perempuan.

Akibatnya, kesalahan satu orang di dapil menggugurkan caleg dari partai yang sama. Dia mengaku setuju adanya pemberian sanksi bagi caleg yang tidak memenuhi syarat, tapi kesalahan yang dialami satu caleg tidak bisa menggugurkan caleg lain. “Menggugurkan semua karena satu orang itu tidak adil,” katanya. Menurut Jeirry, Bawaslu harus menguji keputusan KPU yang melakukan pengguguran beberapa dapil. Bawaslu bahkan dapat membawa kasus tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Dia juga mengingatkan agar jangan sampai terjadi persekongkolan antara KPU dan Bawaslu dalam menangani kasus ini dengan cara membenarkan begitu saja keputusan KPU. “Kalau keputusan KPU dibenarkan begitu saja oleh Bawaslu, seolah semua keputusan KPU benar, saya kira itu tidak benar,” tuturnya.

Selain itu, Jeirry menekankan agar Bawaslu mengoreksi secara cermat pencoretan dapil oleh KPU. Bawaslu juga diminta tidak hanya fokus pada kesalahan yang dilakukan partai, tapi juga fokus pada kinerja penyelenggara pemilu. Dengan begitu, Bawaslu dapat memberikan keadilan kepada parpol. “Jadi fokus Bawaslu jangan hanya melihat kesalahan parpol, tapi harus fokus juga terhadap kinerja penyelenggara.

Dalam kasus ini, Bawaslu harus benarbenar mengecek kembali kinerja KPU,” paparnya. KPU menggugurkan dapil dari lima parpol yang tidak memenuhi kuota 30% caleg perempuan di dapil bersangkutan. Kelima partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di dapil Jawa Barat II dan Jawa Tengah III, Partai Amanat Nasional (PAN) di dapil Sumatera Barat I, Partai Gerindra di dapil Jawa Barat IX.

Partai lain yang terkena pencoretan antara lain Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) di dapil Jawa Barat V, Jawa Timur VI, dan NTT I, serta Hanura di dapil Jawa Barat II. Ketua DPP Partai Hanura Yuddy Chrisnandi menganggap KPU telah bertindak otoriter atas pencoretan dapil Jawa Barat II dalam pengumuman hasil daftar calon sementara (DCS).

“Itu adalah sikap arogansi institusi yang mengabaikan prinsip musyawarah dan tidak mengedepankan komunikasi politik dengan baik,” kata Yuddy seusai diskusi kebangsaan bertajuk ”Mewujudkan Pemilu 2014 Bersih, Berkualitas, dan Bermartabat” kemarin di Hotel Sahid, Jakarta. Yuddy mengatakan, seharusnya KPU tahu tentang prinsipprinsip demokrasi dengan mengedepankan musyawarah mufakat dan semangat keadilan.

Dia menyayangkan sikap KPU bahwa dengan jenjang proses yang masih tersisa sebelum pengumuman DCS, seharusnya pencoretan dapil tidak terjadi. Padahal penyebabnya bukanlah urusan yang substansial dan prinsipil, melainkan hanya administrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Slide PKPI

pkpinasional's Slide MCPKPI album on Photobucket

PKPI Video

http://www.youtube.com/user/pkpinasional