Rabu, 13 November 2013

HARI PAHLAWAN

Marsdya TNI (Purn) Budhy Santoso
(POLKAM PKP INDONESIA)
SELAMAT HARI PAHLAWAN
10 NOVEMBER 2013

Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2013 tepatnya jatuh pada hari Minggu kemarin.  Peristiwa heroik perobekan warna biru bendera Belanda, menjadi Merah Putih Bendera Indonesia, oleh seorang pemuda, pada tanggal 19 September 1945 di menara hotel Yamato/ Oranye di Surabaya, markas tentara Sekutu waktu itu, berlanjut dengan pecahnya pertempuran  pada tanggal 10 November 1945. Tentara Inggris dan Belanda menyebutnya sebagai “The Battle of Surabaya”. Battle of Surabaya, merupakan pertempuran terbesar sepanjang sejarah Perang Kemerdekaan, dan menjadi tonggak sejarah kepahlawanan bangsa Indonesia dan pemuda pada khususnya.
     Pemuda Sutomo yang dikenal dengan Bung Tomo sebagai Icon Battle of Surabaya baru berusia 25 tahun ketika itu. Bung Tomo berhasil menghimpun sekitar 20.000 TKR, Mahasiswa dan Pemuda, dengan persenjataan seadanya peninggalan Jepang. Menurut catatan,  Sekutu melibatkan lebih dari 30.000 serdadu dengan unsur-unsur Tank Tempur, Kapal Perang dan Pesawat Tempur. Dalam pertempuran yang berlangsung beberapa minggu tersebut seorang Jenderal Inggris, Brigjen Mallaby berhasil terbunuh dan  2000 tentaranya tewas. Sumber lain menyebutkan satu Jendral lagi, Brigjen Guy Loder Symond juga tewas akibat pesawatnya ditembak jatuh. Pengorbanan di pihak kita, sekitar 16.000 TKR dan Mahasiswa/ Pemuda gugur sebagai kusuma bangsa. 
     Pemuda tak pernah absen dalam perjuangan panjang bangsa Indonesia melawan penjajahan oleh bangsa asing,  selama ratusan tahun. Antara lain: Gerakan Budi Utomo 1908, yang membangkitkan semangat dan tumbuh-suburnya organisasi-organisasi kepemudaan yang lain; Sumpah Pemuda 1928 dengan ikrar “berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu, Indonesia”, suatu keberanian menyatakan kristalisasi rasa kebangsaan secara terbuka, menuju kemerdekaan; Penculikan Sukarno ke Rengas Dengklok, dalam rangka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan tidak ditunda-tunda lagi, dan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
     Meningkatnya kecerdasan anak bangsa melalui pendidikan yang terus mereka tekuni, dan penderitaan tak terperikan akibat penjajahan dan penjarahan oleh bangsa asing, telah menumbuhkan kesadaran dirinya, sebagai entitas bangsa dan entitas budaya yang hidup di suatu entitas  pulau-pulau nusantara. Rasa senasib, saling mencintai dan saling memiliki, telah menyatukan kehendak, keberanian dan kebersediaan berkorban tanpa batas, untuk merubah keadaan agar hidup bebas. Terobosan pemuda-pemuda cerdas dan berani, mencapai puncaknya dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Spirit inilah kiranya, yang menjadi kekuatan kejiwaan luar biasa, yang kita kenal sebagai patriotisme, yaitu kerelaan mengorbankan segalanya, demi cinta mendalam kepada tanah air dan kejayaan bangsanya.
     Patriotisme merupakan naluri kepemudaan yang selalu tampil pada saat dibutuhkan, seperti dibuktikan oleh sejarah. Sutomo, mendirikan organisasi modern pertama di Indonesia Budi Utomo, ketika masih mahasiswa STOVIA berusia 20 tahun; Muhammad Yamin, aktif dalam organisasi perjuangan kemerdekaan dan pegiat Sumpah Pemuda ketika berumur 25 tahun; Muhammad Hatta, sebagai mahasiswa mengasuh organisasi politik kepemudaan Perhimpunan Indonesia (PI) di negeri Belanda, pada usia 21 tahun;  Sukarno, memulai perjuangan politik dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) ketika berusia 26 tahun dan masuk penjara Suka Miskin di usia 28 tahun; Sudirman mulai bergabung dalam perjuangan bersenjata PETA dalam usia 28 tahun dan menyandang pangkat Jenderal pada umur 31 tahun.
      Mari kita merenung sebentar, betapa besar peranan pemuda saat itu, bagi  keberadaan atau ketidak-beradaan Indonesia seperti sekarang ini. Sulit kita bayangkan, seandainya pemuda-pemuda kala itu tidak melakukan perjuangan itu semua.
     Semuda itu, namun setinggi itu, kepedulian pemuda dan mahasiswa, dengan sepenuh jiwa dan pikirannya, merintis suatu kehidupan berbangsa dan bernegara. Perjuangan mereka adalah perjuangan politik dengan di tunjang oleh perjuangan bersenjata.
     Sekali lagi mari kita renung dan rasukan kedalam rasa dan rasio kita,  besarnya peranan pemuda sebagai agen perubahan, penentu dan sekaligus pemilik masa depan bangsa dan negara.
     Pada puncaknya, mereka pun sanggup membakukan komitmen politik atau komitmen bernegara dalam 4 (empat) alinea Pembukaan UUD 45, yang nilai-nilai keluhuran politisnya masih valid hingga hari ini dan masa mendatang.
     Lagi-lagi, 53 tahun setelah kemerdekaan, pemuda pun tampil sebagai agen yang merubah dan menerabas otoritarian Orde Baru, menghadirkan pencerahan yaitu era keterbukaan/ demokratisasi, melalui  Reformasi 1998.

“Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasad ini, tetapi jiwaku dilindungi benteng Merah Putih”
(Jenderal Sudirman, 1945).
    
     Namun, setelah 68 tahun merdeka, dan 15 tahun reformasi terus bergulir, seperti dapat disaksikan bersama, kita masih terus mengalami kehidupan sosial kemasyarakatan yang tidak normal. Banyak pihak menyebut Indonesia sedang mengalami krisis-multidimensional, dan belum ada tanda-tanda akan surut hingga hari ini.
     Saya sangat berkeyakinan, 60 juta pemuda (usia16-40) di antara 251 juta penduduk saat ini, akan mampu berbuat sesuatu yang besar untuk menghentikan krisis multi-dimensi yang terus berkepanjangan mengharu-biru kehidupan ini. Krisis multi-dimensi menjadi keperihatinan para pemeduli kebangsaan. Karut-marut, kleptokrasi (negara maling), otopilot, negara nyaris gagal, titik nadir dan lain-lain, sebagai ungkapan kekhawatiran yang mendalam.
     Indonesia kembali sedang mengalami “penjajahan bentuk baru”, bukan oleh pihak asing, tetapi justru oleh bangsa sendiri. Kita sedang terjajah oleh kelompok-kelompok kepentingan. Berbagai persekutuan kepentingan, termasuk oligarkhi,  dinasti, kekerabatan dan kelompok transaksional, terus mendominasi kepentingan rakyat banyak, dan menelikung pemenuhan hajat hidup masyarakat, yang juga  bangsa sendiri.  Hampir semua bermuara kepada korupsi masif yang merajalela, dan rakyat semakin menderita.
     Apa kiranya yang menyebabkan keadaan itu semua? Di tengah penderitaan yang dramatis (kemiskinan dll), dalam putaran 5 (lima) tahunan, rakyat terjebak dalam hiruk-pikuk politik rebut-merebut kekuasaan. Setiap lima tahun, 19446 (sembilanbelas ribu empat ratus empat puluh enam) kursi diperebutkan, dari DPRD II/ I sampai DPD/ DPR RI dan dari bupati/ walikota sampai presiden (POLMARK). “Politik Indonesia” kian semrawut dan rakyat semakin kalang-kabut. Indonesia sedang mengalami keterbiaran keterkaburan pemaknaan politik. Politik lebih dimaknai sebagai ajang perburuan kekuasaan dengan segala cara dan kapitalisasi uang maupun kekuasaan.
     Kapitalisme bukan hanya dari luar, tetapi juga ada di dalam negeri, yang tak kalah daya rusaknya terhadap habitat negeri. Hampir semua negara mengalami persoalan demikian. Amerika, “the champion of democracy”, pun menghadapi kapitalis domestik. Sebelum krisis 2008, 1% penduduk AS menikmati 65% pendapatan nasional; ketika program “Recovery” diluncurkan 1% penduduk elit tersebut bahkan menikmati pendapatan nasional 93%, dan 99% penduduk yang lain semakin memburuk (“The Price of Inequality”, Joseph E. Stiglitz, 2012). Indonesia periode 2010-saat ini, kekayaan 2% (5 juta) orang-orang terkaya setara dengan kekayaan 60% penduduk Indonesia (140 juta) 140 juta rakyat bawah (Koran Jakarta, 2012). 
     Keberhasilan Kabinet Bersatu II di bidang makro  ekonomi dan hubungan internasional, tak mampu mengentaskan rakyat dari berbagai kesenjangan sosial, antara lain: ketidak-adilan, kemiskinan,  minimnya lapangan kerja, tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah. Ironisnya, dalam keadaan serba ketidak-adilan dan kemiskinan rakyat pun terus-menerus menyaksikan perampokan triliunan uang negara/ rakyat (BLBI, Century, Kehutanan, Migas, Hambalang dll.), rebut-merebut jabatan, suap-menyuap pejabat dan jual-beli martabat (jabatan dll.), dibarengi tontonan perilaku buruk politisi/ penyelenggara negara/ birokrat.
     Perilaku permisif untuk melakukan berbagai pelanggaran memalukan, sambil pamer kemewahan, terjadi di semua bidang dan tingkatan (eksekutif, legislatif, yudikatif, aparat, hakim, jaksa, pengacara, pengusaha dll.), berakibat mengklimaksnya kekecewaan, hilang kepercayaan (72,9% penduduk tidak percaya kepada politisi/ politik), apatisme, sinisme dan keputus-asaan. Temperatur psikologi sosial masyarakat terus memanas, mudah meledak menimbulkan berbagai tindak kekerasan yang hampir setiap hari terjadi. Bukan tidak mungkin, persatuan dan kesatuan bangsa dan negara menjadi taruhannya. 
    Persatuan dan kesatuan bangsa dan negara yang telah di perjuangkan selama 434 tahun (penjajahan 1511-1945: Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang) dapat lenyap akibat krisis yang berkepanjangan.  Ada benarnya frasa di media sosial yang sedang meramaikan peringatan hari Sumpah Pemuda minggu lalu: “Indonesia berubah atau punah”. Seorang pakar Geo/ Etnopolitik Jerman Friedrich Ratzel, dalam Organic State Theory (1844-1904) kurang-lebih menyebutkan: negara, yaitu wilayah dengan manusia di dalamnya, layaknya seperti makhluk hidup, dapat lahir, tumbuh-kembang dan mati.
     Negara bisa lahir dan mati adalah suatu keniscayaan. Timor Leste lahir tahun 1999 yang lalu,  Majapahit dan Mataram tinggal sejarah dan Super Power Beruang Merah Uni Soviet hanya hidup 70 tahun. Saya ingin mengajak kita semua, khususnya para pemuda, untuk tidak menafikan realita kisah kematian kebangsaan dan kenegaraan di atas bumi ini.
     Untuk para pemuda, sebagai penentu, pemilik masa depan dan agen perubahan, berbuatlah untuk negerimu, seperti para pemuda pejuang terdahulu, hidup dan kembangkan nalurimu, miliki dan cintai negeri ini sepenuh hatimu, dan bernegaralah dengan Indonesiamu.

“He who loves not his country, can love nothing”
 (Lord Byron, 1788-1824)
     
     Pemilu 2014 sudah di depan mata, suatu momentum yang sangat menentukan bagi nasib Indonesia kedepan. Kita harus berhasil memilih orang-orang yang sungguh-sungguh dapat dipercaya, untuk mengurus dan melayani 251 juta manusia dengan berkemanusiaan yang adil dan beradab. Jika gagal, maka Indonesia hanya akan dikuasai oleh persekutuan-persekutuan kepentingan. Rakyat terabaikan dan GENERASI MUDA AKAN KEHILANGAN KEGEMILANGAN MASA DEPAN.
     Untuk menyongsong masa depan yang lebih baik, seluruh pemuda di manapun berada, tanpa kecuali, lintas suku, agama, ras dan golongan khususnya, serta rakyat Indonesia semesta pada umumnya, sekarang juga, hendaknya:
  1.  Meyakini, NALURI PEMUDA adalah AGEN PERUBAHAN, tanpa terobosan PEMUDA Indonesia tak akan pernah berubah dan bisa punah.
  2.  Memiliki dan mencintai negeri ini sepenuhnya, dengan aktif berpolitik (menjadi ekskutif atau legislaif)/ partisipasi politik ((pegiat yg kritis menyoroti setiap penyimpangan oleh para penyelenggara negara), hakekat berpolitik adalah bernegara.
  3.  PEMUDA jangan GOLPUT, rubah keadaan dengan menggunakan Pemilu 2014 untuk memilih ksatria-ksatria terpercaya untuk mengurus serta melayani rakyat dan Indonesia seutuhnya.
  4.  Mendorong perubahan mindset politik permisif, menjadi mindset politik sesuai nilai-nilai Pembukaan UUD 45, politik adalah keluhuran-kemuliaan demi sepenuhnya kepentingan rakyat.
  5.  Mendorong seleksi setiap calon penyelenggara negara di semua bidang dan tingkat (19446 pergantian pejabat dalam 5 tahun) di manapun dan kapanpun, dengan seketat-ketatnya atas dasar kejujuran, integritas, kapabilitas dan akuntabilitas  yang mumpuni.
  6.  Mendorong penegakkan hukum secara sekeras-kerasnya, sebenar-benarnya dan seadil-adilnya, seiring dengan perbaikan sistim hukum khususnya dan sistim kehidupan yang lain pada umumnya, secara  menyeluruh, benar dan efektif (manware, software, hardware, moneyware).
  7. Mendorong perjuangan keadilan dan persatuan, secara militan dan pantang menyerah, dalam implementasi nilai-nilai Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI, sebagai harga mati.
  8. Hai PEMUDA, LIBAS “penjajahan kekinian” oleh bangsa sendiri yang tak tahu diri, demi Indonesia yang membanggakan, mulia dan terhormat dalam pergaulan antar bangsa di dunia.

Sabtu, 09 November 2013

MAKNA HARI PAHLAWAN


Mayjend (TNI) Mashudi Darto
(Kabid organisasi & Keanggotaan DPN PKP INDONESIA)

Ketika kita memperingati hari-hari besar nasional seperti halnya Hari Pahlawan 10 November, dan ketika kita mencoba melakukan kontemplasi menggali maknanya, hati kita selalu diusik dengan beberapa pertanyaan mendasar, yaitu : Apakah kondisi Bangsa Indonesia saat ini sudah sesuai dengan kondisi yang dicita-citakan para pendiri Negara dan Negara, para pejuang Bangsa dan para pahlawan yang telah gugur sebagai Kususma Bangsa? Apakah pemerintah Negara RI yang dibentuk sekarang sudah mampu melaksanakan tugas konstitusinya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang  berdasarkan kemerdekaan, perdamaian  abadi dan keadilan sosial? Apakah nilai-nilai luhur Pancasila sekarang sudah diamalkan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Jawabannya kita semua sudah tahu, yaitu bahwa kondisi kita saat ini masih karut marut jauh dari yang dicita-citakan. Pancasila sebagai Dasar Negara hanya sekedar ditulis tanpa penghayatan dan pengamalan, di bidang politik yang menganut sistem demokrasi belum mampu menciptakan kesejahteraan rakyat, banyak politisi berperilaku pragmatis dan korup, di bidang ekonomi yang menganut sistem ekonomi pasar atau liberal telah menampilkan dominasi asing, di bidang kebudayaan kita kehilangan kepribadian, penegakan hukum tajam kebawah tumpul keatas, di bisang pertahanan keamanan kota masih belum mampu mandiri.

PKP INDONESIA sebagai partai yang memperjuangkan terwujudnya keadilan dan persatuan ingin mengajak kepada semua lapisan masyarakat untuk bergabung menjadi pahlawan-pahlawan penegak keadilan persatuan yang dengan semangat tinggi, pantang menyerah dan gagah berani untuk berusaha memerangi semua bentuk ancaman, tantangandan hambatan terhadap keadilan dan persatua bangsa. Kita harus terus mendorong agar Pancasila diamalkan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat dan bangsa. Kita harus mendorong terwujudnya kehidupan politik nasonal yang bermoral, beretika, dan bermartabat sesuai dengan tujuan politik yang mulia yaitu mewujudkan kemaslahatan bersama. Di bidang ekonomi kita bangun kemandirian melalui ekonomi kerakyatan. Di bidang kebudayaan kita tegakkan jatidiri Bangsa berdasarkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika serta penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan. Di bidang pertahanan keamanan kita bangun sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang tangguh dan mandiri. Marilah kita teladani nilai-nilai kepahlawanan yang telah ditunjukkan oleh para pejuang Bangsa dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1045 menghadapi Tentara Sekutu. Hanya dengan demikian kita dapat memberi makna terhadap peringatan Hari Pahlawan.

Slide PKPI

pkpinasional's Slide MCPKPI album on Photobucket

PKPI Video

http://www.youtube.com/user/pkpinasional